Diskusi Regional LSP DIY Bersama Komisioner BNSP: Penguatan Kolaborasi dan Strategi Keberlanjutan LSP

Yogyakarta, 9 Oktober 2025 — Para pengelola Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dari berbagai wilayah berkumpul dalam Diskusi Regional LSP DIY bersama Prof. Dr. H. Amilin, S.E., S.H., M.Si., Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Republik Indonesia. Acara ini berlangsung pada Kamis malam (19.30 WIB) bertempat di Dunia Kita Coffee & Resto, Seturan, Sleman, Yogyakarta.
Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan LSP P1, P2, dan P3 ini di antaranya: Isnantyo (LSP MSDM Ilma/P3/Jakarta), Catur Budihantoro (LSP JDI/P3/Yogyakarta), Alit Merthayasa (LSP INNAS/P3/Jakarta), Agus Supriyo (LSP Pramindo/P3/Jakarta), Susilo (LSP Furnicraft Indonesia/P3/DIY), Sabarudin (LSP UIN Sunan Kalijaga/P1/DIY), Setyawan Bekti (LSP UGM/P1/DIY), Oliver S. Simanjuntak (LSP UPN Veteran Yogyakarta/P1/DIY), Minta Harsana (LSP UNY/P1/Yogyakarta), Ratna Sundari (LSP Politeknik LPP), Wawan K. (LSP Produktivitas/P3), Achmad Sofyan (LSP IAI An-Nawawi/P1/Berjan), Diah Suwarti Widyastuti (LSP ITNY/P1), Akhmad Dahlah (LSP Universitas Amikom Yogyakarta/P1), dan Moh. Syofan (Forum LSP SMK DIY).
Dalam arahannya, Prof. Amilin menekankan pentingnya komunikasi dan kolaborasi antar LSP untuk saling menguatkan dan menjaga eksistensi lembaga. Ia mengingatkan bahwa setiap pengelola LSP perlu mengambil langkah strategis agar lembaganya tetap aktif dan berkembang.
“LSP tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Saling berbagi informasi, terutama dalam pemenuhan kebutuhan asesor, pelaksanaan Askom maupun RCC, adalah bentuk kolaborasi yang saling menguntungkan,” pesan Prof. Amilin.
Beliau juga menyoroti perlunya LSP P1 membangun komunikasi intensif dengan pimpinan perguruan tinggi agar lahir kebijakan yang mendukung keberadaan dan keberlanjutan LSP. Dalam konteks pendanaan, LSP P1 tidak seharusnya hanya bergantung pada kegiatan PSKK, tetapi perlu mencari terobosan dan dukungan kelembagaan, misalnya dengan menjadikan sertifikat kompetensi sebagai pengganti Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau bagian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) Rektor.
Prof. Amilin juga mengingatkan agar tidak ada LSP P1 yang terabaikan hingga berujung pada penutupan, terlebih dengan adanya potensi kebijakan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang dapat berdampak pada tarif pendirian LSP baru di masa depan.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Minta Harsana, Ketua LSP P1 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), membagikan praktik baik di kampusnya. Ia menyampaikan bahwa Rektor UNY telah mencanangkan target 900 lulusan (S1, S2, dan S3) setiap tahun yang telah memiliki sertifikat kompetensi BNSP, sebagai bagian dari capaian IKU universitas.
Diskusi berlangsung hangat dan produktif. Para peserta sepakat bahwa ke depan, LSP harus memperkuat jejaring antar-lini—baik P1, P2, maupun P3 guna memastikan sertifikasi kompetensi menjadi bagian integral dari peningkatan mutu sumber daya manusia di Indonesia.
(Sabaruidn-LSP UIN Sunan Kalijaga)